Komunikasi merupakan hal yang tidak bisa ditinggalkan, mau tidak mau komunikasi walau bagaimanapun metodenya harus tetap dilakukan setidaknya minimal 3 komponen yaitu :
1. Komunikator (pengirim)
2. Media
3. Komunikan (penerima)
Di dunia kesehatan sering kita temui, yaitu komunikasi terapeutik yang bertujuan untuk kesembuhan pasien.
Komunikasi
terapeutik yang terjadi antara perawat dan klien harus melalui empat tahap
meliputi fase pra-interaksi, orientasi, fase kerja dan fase terminasi. Agar
komunikasi terapeutik antara perawat dan klien dapat berjalan sesuai harapan,
diperlukan strategi yang harus dilakukan oleh perawat pada saat melakukan
komunikasi terpeutik dengan kliennya. Berikut ini akan dijelaskan mengenai
strategi pada setiap tahapan komunikasi terapeutik sesuai dengan pemicu 1 yaitu
antara perawat A dan Ny. S yang merupakan klien post-operasi.
a. Fase
pra-interaksi
Fase
pra-interaksi merupakan masa persiapan sebelum berhubungan dan berkomunikasi
dengan klien. Dalam tahapan ini perawat menggali perasaan dan menilik dirinya
dengan cara mengidentifikasi kelebihan dan kekurangannya. Pada tahap ini juga
perawat mencari informasi tentang klien sebagai lawan bicaranya. Setelah hal
ini dilakukan perawat merancang strategi untuk pertemuan pertama dengan klien.
Tahapan ini dilakukan oleh perawat dengan tujuan mengurangi rasa cemas atau
kecemasan yang mungkin dirasakan oleh perawat sebelum melakukan komunikasi
terapeutik dengan klien.
Kecemasan
yang dialami seseorang dapat sangat mempengaruhi interaksinya dengan orang lain
(Ellis, Gates dan Kenworthy, 2000 dalam Suryani, 2005). Hal ini disebabkan oleh
adanya kesalahan dalam menginterpretasikan apa yang diucapkan oleh lawan
bicara. Pada saat perawat merasa cemas, dia tidak akan mampu mendengarkan apa
yang dikatakan oleh klien dengan baik (Brammer, 1993 dalam Suryani, 2005) sehingga
tidak mampu melakukan active listening (mendengarkan dengan aktif dan
penuh perhatian).
Strategi
komunikasi yang harus dilakuakn perawat A dalam tahapan ini adalah:
a.
Mengeksplorasi perasaan, mendefinisikan harapan dan
mengidentifikasi kecemasan Ny. S.
b.
Menganalisis kekuatan dan kelemahan diri.
c.
Mengumpulkan data dan informasi tentang Ny. S dari
keluarga terdekatnya.
d.
Merencanakan pertemuan pertama dengan Ny.S dengan
bersikap positif dan menghindari prasangka buruk terhadap klien di pertemuan
pertama.
b. Fase
orientasi
Fase
orientasi atau perkenalan merupakan fase yang dilakukan perawat pada saat
pertama kali bertemu atau kontak dengan klien. Tahap perkenalan dilaksanakan
setiap kali pertemuan dengan klien dilakukan. Tujuan dalam tahap ini adalah
memvalidasi keakuratan data dan rencana yang telah dibuat sesuai dengan keadaan
klien saat ini, serta mengevaluasi hasil tindakan yang telah lalu (Stuart.G.W,
1998).
Strategi
yang dapat dilakukan perawat A dalam tahapan ini adalah:
a) Membina rasa saling percaya dengan menunjukkan penerimaan
dan komunikasi terbuka terhadap Ny.S dengan tidak membebani diri dengan sikap
Ny.S yang melakukan penolakan diawal pertemuan.
b) Merumuskan kontrak (waktu, tempat pertemuan, dan topik
pembicaraan) bersama-sama dengan klien dan menjelaskan atau mengklarifikasi
kembali kontrak yang telah disepakati bersama. Perawat A dapat menanyakan
kepada keluarga Ny.S mengenai topik pembicaraan yang mungkin akan menarik bagi
Ny.S.
c) Mengeksplorasi pikiran, perasaan dan perbuatan serta
mengidentifikasi masalah klien yang umumnya dilakukan dengan menggunakan teknik
komunikasi pertanyaan terbuka. Ketika Ny.S diam saja atau memalingkan muka,
perawat A bisa menanyakan apakah Ny.S merasakan sakit dan apa yang membuat Ny.S
merasa tidak nyaman.
Merumuskan
tujuan interaksi dengan klien. Pada pertemuan awal dengan Ny.S, perawat A
memiliki tujuan untuk menumbuhkan rasa saling percaya dengan kliennya. Maka,
perawat A harus berusaha agar tujuan awal tersebut dapat tercapai.
c. Fase kerja
Fase
kerja merupakan inti dari keseluruhan proses komunikasi terapeutik
(Stuart,1998). Fase kerja merupakan inti dari hubungan perawat dan klien yang
terkait erat dengan pelaksanaan rencana tindakan keperawatan yang akan
dilaksanakan sesuai dengan tujuan yang dicapai. Pada fase kerja ini perawat
perlu meningkatkan interaksi dan mengembangkan faktor fungsional dari
komunikasi terapeutik yang dilakukan. Meningkatkan interaksi sosial dengan cara
meningkatkan sikap penerimaan satu sama lain untuk mengatasi kecemasan, atau
dengan menggunakan teknik komunikasi terapeutik sebagai cara pemecahan dan
dalam mengembangkan hubungan kerja sama.
Mengembangkan
atau meningkatkan faktor fungsional komunikasi terapeutik dengan melanjutkan
pengkajian dan evaluasi masalah yang ada, meningkatkan komunikasi klien dan
mengurangi ketergantungan klien pada perawat, dan mempertahankan tujuan yang
telah disepakati dan mengambil tindakan berdasarkan masalah yang ada.
Tugas
perawat pada fase kerja ini adalah mengeksplorasi stressor yang terjadi pada
klien dengan tepat. Perawat juga perlu mendorong perkembangan kesadaran diri
klien dan pemakaian mekanisme koping yang konstruktif, dan mengarahkan atau
mengatasi penolakan perilaku adaptif. Strategi yang dapat dilakukan perawat A
terhadap Ny.S ialah mengatasi penolakan perilaku adaptif Ny.S dengan cara
menciptakan suasana komunikasi yang nyaman bagi Ny.S dengan cara:
a) Berhadapan dengan lawan bicara.Dengan posisi ini perawat
menyatakan kesiapannya (”saya siap untuk anda”).
b) Sikap tubuh terbuka; kaki dan tangan terbuka (tidak
bersilangan) Sikap tubuh yang terbuka menunjukkan bahwa perawat bersedia untuk
mendukung terciptanya komunikasi.
c) Menunduk/memposisikan tubuh kearah/lebih dekat dengan lawan
bicara Hal ini menunjukkan bahwa perawat bersiap untuk merespon dalam
komunikasi (berbicara-mendengar).
d) Pertahankan kontak mata, sejajar, dan natural. Dengan posisi
mata sejajar perawat menunjukkan kesediaannya untuk mempertahankan komunikasi.
e) Bersikap tenang. Akan lebih terlihat bila tidak terburu-buru
saat berbicara dan menggunakan gerakan/bahasa tubuh yang natural.
Tahap
kerja merupakan tahap yang terpanjang dalam komunikasi terapeutik karena
didalamnya perawat dituntut untuk membantu dan mendukung klien untuk
menyampaikan perasaan dan pikirannya dan kemudian menganalisa respons ataupun
pesan komunikasi verbal dan non verbal yang disampaikan oleh klien. Dalam tahap
ini pula perawat mendengarkan secara aktif dan dengan penuh perhatian sehingga
mampu membantu klien untuk mendefinisikan masalah yang sedang dihadapi oleh
klien, mencari penyelesaian masalah dan mengevaluasinya.
Dibagian
akhir tahap ini, perawat diharapkan mampu menyimpulkan percakapannya dengan
klien. Teknik menyimpulkan ini merupakan usaha untuk memadukan dan menegaskan
hal-hal penting dalam percakapan, dan membantu perawat dan klien memiliki
pikiran dan ide yang sama (Murray,B. & Judith,P,1997 dalam Suryani,2005).
Dengan dilakukannya penarikan kesimpulan oleh perawat maka klien dapat
merasakan bahwa keseluruhan pesan atau perasaan yang telah disampaikannya
diterima dengan baik dan benar-benar dipahami oleh perawat.
d. Fase
terminasi
Terminasi
merupakan akhir dari pertemuan perawat dan klien. Tahap terminasi dibagi dua
yaitu terminasi sementara dan terminasi akhir (Stuart,G.W,1998). Terminasi
sementara adalah akhir dari tiap pertemuan perawat dan klien, setelah hal ini
dilakukan perawat dan klien masih akan bertemu kembali pada waktu yang berbeda
sesuai dengan kontrak waktu yang telah disepakati bersama. Sedangkan terminasi
akhir dilakukan oleh perawat setelah menyelesaikan seluruh proses keperawatan.
Tugas
perawat dalam tahap ini adalah:
a) Mengevaluasi pencapaian tujuan dari interaksi yang telah
dilaksanakan (evaluasi objektif). Brammer dan McDonald (1996) menyatakan bahwa
meminta klien untuk menyimpulkan tentang apa yang telah didiskusikan merupakan
sesuatu yang sangat berguna pada tahap ini.
b) Melakukan evaluasi subjektif dengan cara menanyakan perasaan
klien setelah berinteraksi dengan perawat. Perawat A bisa langsung menanyakan
perasaan Ny. S dalam setiap akhir pertemuan dengannya.
c) Menyepakati tindak lanjut terhadap interaksi yang telah
dilakukan. Tindak lanjut yang disepakati harus relevan dengan interaksi yang
baru saja dilakukan atau dengan interaksi yang akan dilakukan selanjutnya.
Tindak lanjut dievaluasi dalam tahap orientasi pada pertemuan berikutnya.
Kesimpulan nya
Komunikasi
terapeutik merupakan tanggung jawab moral seorang perawat serta salah satu
upaya yang dilakukan oleh perawat untuk mendukung proses keperawatan yang
diberikan kepada klien. Untuk dapat melakukannya dengan baik dan efektif
diperlukan strategi yang tepat dalam berkomunikasi sehingga efek terapeutik
yang menjadi tujuan dalam komunikasi terapeutik dapat tercapai.